Hadroh Trisula Temanggung

Hadroh Trisula Temanggung

Pasang Iklanmu Di Sini!


Kudus, Hariantemanggung.com
- Pada Selasa (23/04/2024) dilakukan kegiatan FGD 1 Penyusunan Dokumen Kajian Risiko Bencana Kabupaten Kudus tahun 2024, kegiatan ini dilakukan dengan tujuan pembaharuan Dokumen KRB Kabupaten Kudus yang sebelumnya.

Kegiatan di buka langsung oleh Ibu Sri Wahyuni, S.KM., M.M Selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BPBD Kabupaten Kudus. beliau menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan dapat mengetahui potensi bencana yang dapat terjadi, mempersiapkan untuk menyelamatkan diri jika sewaktu-waktu terjadi bencana, serta dapat melakukan langkah-langkah antisipatif untuk mengurangi dampak bencana.

Kegiatan ini juga dihadiri oleh Bapak Adi Widagdo, S,Si,M.P.H selaku perwakilan BPBD Provinsi Jawa Tengah, beliau memberikan arahan sekaligus masukan terkait Dokumen Kajian Risiko Bencana Kabupaten Kudus 2022-2024, harapannya dokumen yang akan disusun dapat menjadi patokan bagi dokumen lainnya.

Materi Pertama disampaikan oleh Team Leader Dr. Zela Septikasari, M.Sc., M.Pd mengenai Pemaparan umum dokumen KRB dan tujuan diadakannya pembaharuan Dokumen Kajian Risiko Bencana Kabupaten Kudus.

Selanjutnya materi terakhir yang dibawakan oleh Giant Felix Ramadan, S.Si menjelaskan mengklasifikasian luasan bahaya masing-masing bencana yang ada di wilayah Kabupaten Kudus serta penjelasan mengenai Peta Bahaya Bencana.

Kegiatan ini di hadiri oleh Perwakilan 16 OPD dan 9 Kecamatan yang ada di Kabupaten Kudus. Dalam kegiatan ini terlihat antusiasme tinggi dari para peserta karena mereka mendapatkan kesempatan untuk melakukan review terhadap Draf Dokumen Kajian Risiko Bencana yang ada. Dokumen kajian risiko merupakan dokumen yang wajib bagi Kabupaten/Kota


Oleh Dr. Hamidulloh Ibda, M.Pd.

 

Pendidikan merupakan landasan penting dalam pembentukan individu yang komprehensif. Salah satu aspek penting dalam pendidikan adalah literasi anak. Literasi anak tidak hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup pemahaman, interpretasi, dan penggunaan bahasa secara efektif dalam berbagai konteks. Pendekatan literasi anak yang diterapkan dalam proses pembelajaran memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan kemampuan bahasa dan pemahaman anak.

 

Salah satu pendekatan yang telah dikenal luas dalam literasi anak adalah pendekatan Whole Language. Pendekatan ini menganggap bahasa sebagai sesuatu yang kompleks dan dinamis, yang tidak bisa dipisahkan menjadi bagian-bagian terpisah seperti fonem, kata, atau frasa. Sebaliknya, Whole Language menekankan pada penguasaan bahasa secara keseluruhan, dengan memperhatikan konteks dan makna.

 

Whole Language adalah sebuah pendekatan pembelajaran bahasa yang menekankan pada pemahaman keseluruhan bahasa secara alami dan kontekstual. Pendekatan ini melihat bahasa sebagai sesuatu yang kompleks dan integral, bukan hanya kumpulan dari bagian-bagian terpisah seperti fonem, kata, dan aturan tata bahasa.

 

Prinsip-prinsip Pendekatan Whole Language

Pendekatan Whole Language sering dikontraskan dengan pendekatan pembelajaran bahasa yang lebih tradisional, seperti pendekatan fonetik atau pendekatan tata bahasa. Meskipun kritik dan kontroversi mengelilingi Whole Language, banyak pendidik yang masih menganggapnya sebagai pendekatan yang berharga dalam membantu siswa mengembangkan kemampuan bahasa secara menyeluruh.

 

Pertama, bahasa sebagai komunikasi utama. Pendekatan Whole Language menekankan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi utama dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak diajak untuk menggunakan bahasa secara aktif dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

 

Kedua, pembelajaran berpusat pada konteks. Konteks memiliki peran yang sangat penting dalam pemahaman bahasa. Oleh karena itu, pendekatan Whole Language menekankan penggunaan teks dan situasi nyata sebagai sumber belajar, seperti cerita, puisi, lagu, dan aktivitas sehari-hari.

 

Ketiga, pembelajaran berbasis pengalaman. Anak-anak diajak untuk belajar dari pengalaman langsung dan mendalam. Mereka diberi kesempatan untuk eksplorasi, menemukan, dan mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman mereka sendiri.

 

Keempat, pendekatan berbasis proses. Anak-anak diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan bahasa mereka melalui proses yang alami dan bermakna. Mereka diajak untuk mengeksplorasi bahasa melalui berbagai kegiatan kreatif, seperti bermain, berdiskusi, dan berkolaborasi.

 

Kelima, integrasi keterampilan bahasa. Pendekatan ini menolak pemisahan antara keterampilan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Sebaliknya, Whole Language memandang keterampilan-keterampilan ini sebagai sebuah kesatuan yang saling terkait dan saling mendukung.

 

Implementasi Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran Anak

Whole language dapat diterapkan dalam pembelajaran anak dengan sejumlah langkah. Pertama, penggunaan bahan bacaan yang relevan. Guru menghadirkan berbagai jenis teks dan bahan bacaan yang sesuai dengan minat dan tingkat pemahaman anak-anak. Ini termasuk cerita-cerita menarik, puisi, lagu-lagu anak, serta teks-teks informatif yang relevan dengan pengalaman mereka.

Kedua, pembelajaran kolaboratif. Anak-anak didorong untuk berkolaborasi dengan teman-teman mereka dalam berbagai kegiatan pembelajaran. Kolaborasi ini memungkinkan mereka untuk saling mendukung, berbagi ide, dan membangun pemahaman bersama.

 

Ketiga, pembelajaran berbasis proyek. Guru memberikan proyek-proyek atau tugas-tugas yang menantang dan bermakna bagi anak-anak. Proyek-proyek ini memungkinkan anak-anak untuk mengaplikasikan keterampilan bahasa mereka dalam konteks yang nyata dan relevan.

 

Keempat, pendekatan diferensiasi. Guru mengakui bahwa setiap anak memiliki kebutuhan dan minat yang berbeda. Oleh karena itu, mereka menggunakan pendekatan diferensiasi untuk menyajikan materi dan menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan individu anak.

 

Manfaat Pendekatan Whole Language

Terdapat sejumlah manfaat dalam pendekatan whole language. Pertama, meningkatkan motivasi dan minat belajar. Dengan menekankan penggunaan teks dan aktivitas yang bermakna dan relevan bagi anak-anak, pendekatan Whole Language mampu meningkatkan motivasi dan minat belajar mereka.

 

Kedua, pengembangan keterampilan berpikir kritis. Anak-anak diajak untuk mempertanyakan, menganalisis, dan menyintesis informasi melalui berbagai kegiatan literasi. Ini membantu mereka mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang penting dalam memahami dan mengevaluasi informasi.

 

Ketiga, pemberdayaan anak dalam pembelajaran. Melalui pendekatan ini, anak-anak diberdayakan untuk mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran mereka sendiri. Mereka belajar menjadi pembaca, penulis, dan pemikir yang kritis dalam lingkungan belajar yang mendukung.

 

Keempat, pengembangan kemampuan bahasa yang holistik. Pendekatan Whole Language memungkinkan anak-anak untuk mengembangkan kemampuan bahasa secara holistik, termasuk pemahaman mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, tanpa memisahkan satu keterampilan dari yang lain.

 

Pendekatan Whole Language menawarkan pendekatan yang holistik dan berpusat pada anak dalam pengembangan literasi mereka. Dengan memperhatikan konteks, pengalaman, dan kebutuhan individu anak-anak, pendekatan ini mampu membantu mereka menjadi pembaca, penulis, dan pemikir yang terampil dan berpengetahuan luas.


Oleh : Kurnia Laili Khamida, Wakil Ketua I Bidang Kaderisasi PMII Rayon Makukuhan, Komisariat Trisulla INISNU Temanggung

 Memperingati hari yang mendadak tranding dikalangan kaum hawa, membuat penulis merefleksikan bagaimana perempuan di lingkungan kampusnya. Perguruan Tinggi Swasta di Temanggung ini memiliki lima Unit Kagiatan Mahasiswa (UKM) dan satu Unit Kegiatan Khusus (UKK)  yang mana empat diantara UKM tersebut dipimpin oleh Perempuan. Periode ini (2023-2024) merupakan periode yang cukup didominasi oleh perempuan dalam birokrasinya. Hal itu jelas tanpa menjatuhkan atau mendiskriminasi kaum adam. Bahkan tak jarang langkah mereka juga mendapatkan dukungan dan support dari kaum adam.

Selain dibirokrasi UKM, Organisasi Kemahasiswaan tingkat Fakultas juga didominasi oleh perempuan. Seperti Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan Senat Mahasiswa (SEMA) Fakultas Tarbiah dan Keguruan. Serta Senat Mahasiswa Fakultas Syariah Hukum dan Ekonomi Islam juga dipimpin oleh perempuan. Selanjutnya tiga dari enam Himpunan Program Study juga dipimpin oleh Perempuan,  Lantas faktor apa yang mendukung hal ini terjadi ?

Kesadaran Gender yang mulai diterima di khalayak modern

Mahasiswa sebagai masyarakat yang berpendidikan tentu mengenal bagaimana kesadaran gender dalam memandang tembok antara kaum adam dan hawa. Pendidikan membuahkan kesadaran dalam sudut pandang mengenai gender, yang mana kemudian kesadaran tersebut menghasilkan suatu perbuatan atau tindakan yang baru. Gender tentu merupakan suatu istilah yang baru dalam prespektif masyarakat adat, namun dengan pendekatan dan pandaangan yang baru doktrinasi mengenai gender mungkin akan lebih mudah diterima. Terlebih dikalangan masyarakat modern yang telah menjadi pelaku atau objek utama persamaan gender entah dalam dunia kerja atau yang lainya.

Mental internal perempuan sudah mulai diberdayakan untuk berani berkonstentasi

Pemberdayaan mental perempuan ini tak semata-mata semudah mengembalikan telapak tangan. Wanita dengan segala keribet-an-nya selalu memiliki mood yang agak berantakan, terkadang. Rasa insecure, moody, plin-plan, overthingking, tidak enak hati, minder, sentimentil, menyalahkan diri sendiri, terlalu sering resah, bawel, dan teman-temanya terkadang perlu dikondisikan kembali.

Organisasi Eksternal Kampus yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dengan Badan Semi Otonomya Korps PMII Putri (KOPRI) dengan forum kecil-kecilanya berhasil membangun beberapa diskusi sosial Keperempuanan yang memberikan asupan asupan penanganan mental internal perempuan. Dalam forum tersebut juga selalu ditekankan bahwa sebagia wanita kita harus saling mendukung satu sama lain tanpa saling menjatuhkan. Hal itu sering kita sebut sebagai Women Support Wommen (WSW). Langkah ini tentu menjadi salah satu kekuatan dan keberanian tersendiri bagi perempuan untuk andil dalam konstentasi.

Konstruksi sosial mulai berubah

Pola pikir yang dulunya stagnan bahwa perempuan tidak boleh menjadi seorang pemimpin hari ini dipatahkan sebab pendidikan yang terbuka lebar untuk semua kalangan. Pola pikir yang awalnya perempuan lulus langsung menikah hari ini digeser oleh karir cemerlang yang terbuka lebar untuk semua kalangan. Bahkan hal yang paling intensif, yaitu parenting hari ini ditekankan juga untuk kaum adam dan hawa, bukan ? Seperti itulah zaman, yang lambat laun membuahkan gejala sosial dan terkadang sangat jelas mengubah pola konstruksi sosial.

Prespektif tabir tentang perempuan disirnakan lewat kesadaran, kemanusian dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Sebagai refleksi atas tingginya eksistensi perempuan hari ini, perlu rasanya penulis menggutip suatu kalimat dari sastrawan legendaris Indonesia beliau Pramodya Ananta Tour sebagai penutup "Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai" Kalimat ini tentu membangunkan kesadaran bagi Perempuan, bahwa pada hakikat dasarnya, kita tetap butuh seorang laki-laki dalam hidup walau setinggi apapun pencapaian dan karir kita.


Yogyakarta, Hariantemanggung.com
- Perkumpulan Dosen Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Koordinator Wilayah VIII Jawa Tengah dan DIY menggelar Diskusi Pendidikan bertajuk "Tugas Akhir: Skripsi atau Nonskripsi? (Kebijakan, Implementasi, Kelebihan dan Kekurangan)" dengan narasumber dosen PGMI FITK UIN Walisongo Semarang, Hj. Zulaikhah, M.Ag., M.Pd., pada Selasa (23/4/2024) secara daring.

Dalam kesempatan itu, Ketua PD PGMI Korwil VIII Jawa Tengah dan DIY Dr. Aninditya Sri Nugraheni, M.Pd., yang diwakilkan oleh Pengurus Bidang Penelitian dan Publikasi Ilmiah PD PGMI Korwil VIII Jawa Tengah dan DIY Periode 2023-2026 Dr. Hamidulloh Ibda, M.Pd., mengatakan bahwa setiap tugas akhir skripsi maupun tugas akhir nonskripsi memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

"Kelebihan tugas akhir nonskripsi ada banyak sebagaimana pengalaman di INISNU Temanggung yang telah kami praktikkan sejak 2022. Pertama, mahasiswa bisa lulus lebih cepat, start lebih awal. Kedua, mengakomodasi/merekognisi capaian atau prestasi mahasiswa dalam bidang akademik, non-akademik (bakat, minat, penalaran, olahraga, seni, arsitektur, teknologi, dll). Ketiga, fasilitasi kolaborasi dan mahasiswa dalam Tri Dharma PT. Keempat, menambah jumlah publikasi ilmiah mahasiswa dan dosen. Kelima, menambah jumlah Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) : Merek, Paten, Desain Industri, Hak Cipta, Indikasi Geografis, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST). Keenam, melatih mahasiswa menjadi penulis, pengembang aplikasi/multimedia, konten kreator media pembelajaran. Ketujuh, mendorong mahasiswa berkompetisi, berkarya, dan berprestasi," kata Doktor Pendidikan Dasar UNY tersebut.

Sementara itu untuk kekurangannya sesuai pengalamannya, terdapat sepuluh aspek. Pertama, mahasiswa tidak punya pengalaman penelitian/PkM yang lebih. Kedua, kemampuan riset lemah (utamanya dalam metodologi). Ketiga, kemampuan PkM berbasis riset lemah. Keempat, rentan perjokian/jual beli sertifikat, karya tulis ilmiah, karya sastra, dan karya digital. Kelima, kebimbangan mahasiswa (awalnya TAS, setelah seminar proposal ganti TAN). Keenam, belum mengakomodasi karya tulis jurnalistik (Artikel Populer, Esai, Opini, Feature). Ketujuh, karya non-skripsi terlalu jauh dengan CPL, BOK, Paradigma Keilmuan, roadmap penelitian Prodi. Kedelapan, waktu menunggu terbit artikel di jurnal Sinta 1-3 terlalu lama. Kesembilan, krisis dan moratorium ISBN dari Perpusnas RI. Kesepuluh, bias standardisasi (misal: Penerbit buku harus IKAPI, APPTI, atau sekadar buku ber-ISBN).

Ketua Umum PD PGMI Indonesia Dr. Andi Prastowo yang diwakilkan Pengurus PD PGMI Indonesia Dr. Dadan F. Ramdhan, M.Ag., M.M.Pd., menyampaikan bahwa penerapan kebijakan tugas akhir nonskripsi belum banyak dilakukan mahasiswa Prodi PGMI di Indonesia. "Usai Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi belum ada setahun dan masih perlu kajian," katanya.

Dari praktik baik yang sudah ada, pihaknya mendorong menjadi motivasi bagi Prodi PGMI di Indonesia untuk bisa diterapkan di Prodi PGMI di Indonesia.

"Tidak menutup kemungkinan mahasiswa PGMI kita itu, karena ada mata kuliah kesenian, akan lahir kesenian atau karya sastra yang diusulkan sebagai tugas akhir nonskripsi," katanya.

Pihaknya mencontohkan sejumlah mahasiswa S1 di Indonesia yang lulus dengan tugas akhir nonskripsi, seperti karya sastra, PkM, kejuaraan lomba, dan bentuk lain.

Dr. Dadan F. Ramdhan berharap, dari para pengelola Prodi PGMI untuk mengikuti jejak Prodi PGMI yang telah mempraktikkan kebijakan tugas akhir nonskripsi.

Sementara itu, narasumber utama dosen PGMI FITK UIN Walisongo Semarang, Hj. Zulaikhah, M.Ag., M.Pd., mengatakan bahwa awalnya, kebijakan pemerintah tersebut menuai pro dan kontra tentang tugas akhir antara skripsi dan nonskripsi.  Namun, menurutnya, kebijakan tersebut positif karena mengakomodasi tipe-tipe mahasiswa. “Prodi memiliki cara pengukuran kompetensi yang berbeda,” katanya.

Pihaknya menyebut bahwa banyak perguruan tinggi termasuk UIN Walisongo Semarang sejak 2021, telah menerapkan praktik baik dengan penerapan kebijakan tugas akhir nonskripsi sebelum munculnya Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

"Dari peraturan itu intinya skripsi tidak dihapus, tapi pilihan, alternatif, dan bersifat individual sesuai kemampuan masing-masing mahasiswa," kata Hj. Zulaikhah, M.Ag., M.Pd.

Setiap perguruan tinggi, menurutnya, memiliki kebijakan masing-masing dalam merespon Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi khususnya Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20. "Setiap lembaga berhak merespon peraturan ini, dengan kekhasan yang tentu berbeda," katanya.

Menurut saya, katanya, kebijakan ini memberikan keleluasaan, jadi tidak harus menulis skripsi tapi bisa dalam bentuk lain.

“Tugas akhir nonskripsi merupakan karya ilmiah mahasiswa baik tertulis maupun tidak yang mencerminkan kemampuan melakukan proses dan pola berpikir ilmiah melalui kegiatan kajian atau rekayasa sesuai Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) Program Studi,” katanya.

Dalam kesempatan itu, pihaknya menjelaskan dalam penerapan tugas akhir nonskripsi, bisa berbentuk karya desain teknologi (karta monumental/ desain monumental/ teknologi tepat guna), karya seni arsitektur, penulisan artikel ilmiah yang diterbitkan pada jurnal ilmiah atau proceeding ilmiah, buku ber-ISBN, lomba tingkat nasional atau internasional yang sesuai bidang keahlian, Program Kreativitas Mahasiswa/ PKM, dan magang kerja industri.

"Saya yakin semua kebijakan ada plus dan minusnya, bergantung pandangan kita," kata dia.

Kelebihan skripsi, menurutnya, mahasiswa memiliki kemampuan berpikir kritis, kemampuan menulis ilmiah, kemampuan memecahkan masalah, lulus teap waktu sesuai planning. Sedangkan tugas akhir nonskripsi, kelebihannya yaitu lebih ekspresi dan fleksibel sesuai bakat minatnya untuk mencapai CPL Prodi, lulus tepat waktu sesuai rencana, usulan bentuk nonskrpsi cepat di-ACC, proses pengerjaannya menyenangkan sesuai minat mahasiswa, dan tidak ada ghirah (semangat) untuk ujian.

“Adanya kebijakan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, untuk mahasiswa S1, S2, S3 PGMI, kebijakan ini sebenarnya menunguntungkan kita ya, karena kita berhak menentukan tugas akhir skripsi, tesis, disertasi, atau nonskripsi, nontesis, nondisertasi, jadi bersifat individual. Jadi bisa kita ambil sisi negatifnya, atau kita terlalu over thingking, dan terbukti banyak mahasiswa yang bisa menyelesaikan tugas akhirnya dengan baik,” pungkasnya.

Dijelaskan Hj. Zulaikhah, M.Ag., M.Pd., bahwa kelebihan skripsi melatih berpikir kritis, sedangkan nonskripsi yang artikel, mahasiswa bisa lulus cepat (menulis artikel bisa dimulai dari semester 5, bermanfaat untuk studi lanjut dan kontribusi jangka panjang untuk publik.

Selain itu, kelebihan tugas akhir nonskripsi juga memberikan waktu lebih efisien. Studi lebih cepat dan fokus pada makul yang relevan dengan kepentingan karier. "Fokus pada pengalaman praktis. Dapat mengalokasikan waktu dan energi untuk mengikuti magang/ proyek-proyek praktis yang dapat memberikan pengalaman langsung pada bidang yang diminati. Kemungkinan mengejar pendidikan lanjutan," lanjutnya.

Sedangkan kelemahan skripsi, proposal skripsi sering berubah-ubah dan berganti. "Sedangkan tugas akhir nonskripsi, menjadikan mahasiswa kurang pengetahuan tentang metodologi penelitian, tidak/ kurang dekat dengan dosen pembimbing, tidak diburu-buru untuk cepat selesai. Untuk artikel: biaya mahal dan menunggu publish lama," paparnya.

Tugas akhir nonskripsi juga memiliki kelemahan bahwa kesempatan penelitian terbatas, melewatkan kesempatan meneliti, membuat kontribusi ilmiah di bidangnya, mempublikasikan karya dan berkolaborasi dengan para pakar di bidang tersebut, keterbatasan akademik, persyaratan pekerjaan, tidak memiliki skripsi dapat membatasi pilihan misal studi lanjut.

Dalam kesempatan itu, selain narasumber dan panitia juga hadir Ketua PD PGMI Korwil VIII Jawa Tengah dan DIY Dr. Aninditya Sri Nugraheni, M.Pd., dan pengurus lainnya, Sekretaris Umum PD PGMI Indonesia Dr. Ahwy Oktradiksa, S.Pd.I., M.Pd.I., dan 133 lebih peserta dari unsur dosen dan mahasiswa PGMI di Indonesia. (HTM33).