Pekalongan, Hariantemanggung.com - Dalam Rapat Kerja Dinas (Rakerdin) LP Ma'arif PWNU Jawa Tengah yang kelima terlaksana di Kota Pekalongan yang bertempat di Aswaja Centre, Ahad (23/2/2020), Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah KH. Ubaidullah Shodaqoh mengatakan bahwa sekolah atau madrasah bukanlah industrialisasi.
"Pendidikan bukan hanya industrialisasi, tapi lebih pada akhlak, juga keterlibatan semua masyarakat," kata beliau.
LP Ma'arif, menurut dia, berperan sebagai bengkel kader Nahdliyin, artinya murid-muridnyang dikeluarkan dari Ma'arif ini merupakan warga NU, juga suatu saat siap berkhidmah di dalam jamiyah ini. "Tentunya, lembaga yang memiliki fungsi pendidikan ini merupakan lembaga yang sangat penting di jamiyah NU. Kalau toh kepengurusan NU di cabang, wilayah bahkan di pusat memprioritaskan kemajuan LP Ma'arif ini merupakan suatu kewajaran," ujar Kiai Ubaid dalam Rakerdin Keenam ini yang diikuti peserta dari Kepala Madrasah/Sekolah dari Wilayah III yaitu Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, dan Kabupaten Kendal.
Sebab, lanjutnya, guru-guru Ma'arif di Jawa Tengah sekitar 300 ribu. "Namun selama ini, jamiyah NU yang berbasis tradisi, kadang-kadang tidak begitu memperhatikan kemajuan khususnya sisi manajemen, maka kadang madrasah Ma'arif kadang-kadang lepas, malu, tertib, kadang-kadang tidak tertib, sebab, karakter lembaga pendidikan Ma'arif ini hadir dari tokoh-tokoh NU, tokoh-tokoh masyarakat," kata beliau.
Seperti contoh zaman dulu, lanjut beliau, di sekolah negeri banyak guru mengajarkan faham komunis, bahkan diajarkan lagu Genjer-genjer. "Maka di Demak, dulu para kiai NU mendirikan WBM atau wajib belajar di madrasah," papar beliau.
Kemudian, kata beliau, berkembang ada yang secara tegas dengan nama Ma'arif, nama NU, ada yang malu-malu menyebut nama NU. "Saat ini banyak masalah, utamanya usia anak sekolah. Kalau kita turun ke jalan, banyak anak-anak lepas dari aturan, anak punk misalnya, mereka lepas dari aturan dan ini tanggungjawab Ma'arif NU," jelas beliau.
Di Jogjakarta dan Magelang, kata beloau, ada fenomena klitih, anak-anak usia SMP bangga ketika merampas barang milik orang lain.
Hal itu menurut beliau merupakan efek dari lajunya teknologi informasi yang serba cepat. "Kemajuan informasi, itu dua mata satu pedang, bisa bermanfaat tapi juga bisa membunuh diri sendiri. Maka Ma'arif dengan degan metodologi, manajemen yang ada, dengan kekayaan nilai-nilai spiritual warisan para ulama," tandas beliau.
Seperti contoh anak-anak yang cerdas, lanjut beliau, menguasai teknologi, akan percuma jika tidak memiliki nilai-nilai spiritual yang menjadi ciri khas warga NU.
Pihaknya berharap, agar semua warga Ma'arif menangkap fenomana itu dengan menyesuaikan perkembangan zaman dan tetap mengutamakan karakter-karakter agung warisan ulama.
"Selamat atas terlaksananya Rakerdin, semoga bermanfaat bagi kemajuan pendidikan Ma'arif NU," tutup beliau.
Selain Kiai Ubaid, hadir juga Ketua LP Ma'arif PWNU Jawa Tengah R. Andi Irawan, dan perwakilan Walikota Pekalongan, anggota DPR RI, Ketua DPRD Kota Pekalongan, pejabat setempat, perwakilan UNICEF, dan ratusan peserta dari Kepala Madrasah/Sekolah LP Ma'arif dari empat wilayah tersebut. (Htm55/Ibda).
"Pendidikan bukan hanya industrialisasi, tapi lebih pada akhlak, juga keterlibatan semua masyarakat," kata beliau.
LP Ma'arif, menurut dia, berperan sebagai bengkel kader Nahdliyin, artinya murid-muridnyang dikeluarkan dari Ma'arif ini merupakan warga NU, juga suatu saat siap berkhidmah di dalam jamiyah ini. "Tentunya, lembaga yang memiliki fungsi pendidikan ini merupakan lembaga yang sangat penting di jamiyah NU. Kalau toh kepengurusan NU di cabang, wilayah bahkan di pusat memprioritaskan kemajuan LP Ma'arif ini merupakan suatu kewajaran," ujar Kiai Ubaid dalam Rakerdin Keenam ini yang diikuti peserta dari Kepala Madrasah/Sekolah dari Wilayah III yaitu Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, dan Kabupaten Kendal.
Sebab, lanjutnya, guru-guru Ma'arif di Jawa Tengah sekitar 300 ribu. "Namun selama ini, jamiyah NU yang berbasis tradisi, kadang-kadang tidak begitu memperhatikan kemajuan khususnya sisi manajemen, maka kadang madrasah Ma'arif kadang-kadang lepas, malu, tertib, kadang-kadang tidak tertib, sebab, karakter lembaga pendidikan Ma'arif ini hadir dari tokoh-tokoh NU, tokoh-tokoh masyarakat," kata beliau.
Seperti contoh zaman dulu, lanjut beliau, di sekolah negeri banyak guru mengajarkan faham komunis, bahkan diajarkan lagu Genjer-genjer. "Maka di Demak, dulu para kiai NU mendirikan WBM atau wajib belajar di madrasah," papar beliau.
Kemudian, kata beliau, berkembang ada yang secara tegas dengan nama Ma'arif, nama NU, ada yang malu-malu menyebut nama NU. "Saat ini banyak masalah, utamanya usia anak sekolah. Kalau kita turun ke jalan, banyak anak-anak lepas dari aturan, anak punk misalnya, mereka lepas dari aturan dan ini tanggungjawab Ma'arif NU," jelas beliau.
Di Jogjakarta dan Magelang, kata beloau, ada fenomena klitih, anak-anak usia SMP bangga ketika merampas barang milik orang lain.
Hal itu menurut beliau merupakan efek dari lajunya teknologi informasi yang serba cepat. "Kemajuan informasi, itu dua mata satu pedang, bisa bermanfaat tapi juga bisa membunuh diri sendiri. Maka Ma'arif dengan degan metodologi, manajemen yang ada, dengan kekayaan nilai-nilai spiritual warisan para ulama," tandas beliau.
Seperti contoh anak-anak yang cerdas, lanjut beliau, menguasai teknologi, akan percuma jika tidak memiliki nilai-nilai spiritual yang menjadi ciri khas warga NU.
Pihaknya berharap, agar semua warga Ma'arif menangkap fenomana itu dengan menyesuaikan perkembangan zaman dan tetap mengutamakan karakter-karakter agung warisan ulama.
"Selamat atas terlaksananya Rakerdin, semoga bermanfaat bagi kemajuan pendidikan Ma'arif NU," tutup beliau.
Selain Kiai Ubaid, hadir juga Ketua LP Ma'arif PWNU Jawa Tengah R. Andi Irawan, dan perwakilan Walikota Pekalongan, anggota DPR RI, Ketua DPRD Kota Pekalongan, pejabat setempat, perwakilan UNICEF, dan ratusan peserta dari Kepala Madrasah/Sekolah LP Ma'arif dari empat wilayah tersebut. (Htm55/Ibda).
Tambahkan Komentar